Bahasa Melayu, Bahasa Universal ASEAN
Elemen penting dunia
Melayu. Dituturkan di hampir seluruh tempat di Asia Tenggara. Bahasa
nasional dan resmi di empat negara.
Dalam bukunya,
Bahasa Melayu Bahasa Dunia, James T.Collins, ahli linguistik
asal Amerika Serikat mengungkapkan ketakjubannya terhadap bahasa
Melayu yang ia sebut sebagai tonggak peradaban di Nusantara. Collins
pun tak segan-segan menyamakan bahasa ini dengan Latin, atau bahkan
melebihi. Ia juga tak segan menyamakannya dengan bahasa Inggris yang
ia anggap kedua bahasa ini berumur sama, terutama semenjak dari
bahasa tulis yang dimulai pada abad ke-8.
wikimedia.org |
Bahasa Melayu, yang
populer di telinga kebanyakan orang di Nusantara, memang seperti
sebuah fenomena permata peradaban yang megah jika dilihat kacamata
peradaban Barat. Selama hampir berabad-abad barulah para ahli
linguistik bisa menyatakan dengan pasti dan tegas bahwa bahasa Melayu
bukanlah bahasa yang diremehkan perannya hanya karena wilayah-wilayah
tuturan bahasa itu telah dijadikan ladang hegemoni kekuasaan Eropa di
masa silam.
Melayu adalah bahasa
rumpun Austronesia, sebuah rumpun keluarga bahasa yang memanjang dari
Madagaskar, Kepulauan Nusantara, Taiwan, Filipina, hingga ke Pasifik.
Di dalam rumpun bahasa ini, Melayu merupakan yang terbesar daripada
bahasa-bahasa lainnya. Ia, menurut Collins yang berdasarkan Nothofer,
ditengarai berasal dari pesisir berawa dan berpayau di Kalimantan
Barat. Kemudian dari Kalimantan Barat, bahasa yang masih lisan ini
berputar ke utara Pulau Kalimantan lalu selatan pulau, menyebar ke
barat Pulau Jawa dan selatan Sumatera, tepatnya di Jambi dan Sumatera
Selatan. Dari Pulau Sumateralah bahasa Melayu menyebar ke Semenanjung
Melayu dan seterusnya ke Indocina. Pada penyebaran selanjutnya bahasa
Melayu menyebar ke wilayah-wilayah timur di Indonesia lalu ke
Australia. Bahasa ini kemudian juga menyeberangi Samudera Hindia.
Hinggap di Sri Lanka dan Madagaskar.
Di Pulau Sumatera,
bahasa Melayu mulai ditulis sebagaimana yang ditemukan pada Prasasti
Kedukan Bukit dan Minye Tujoh. Prasasti-prasasti itu ditulis dalam
aksara Pallawa, aksara yang digunakan untuk menulis bahasa
Sansekerta. Penemuan prasasti-prasasti itu berasal dari masa
dimulainya Indianisasi di Nusantara sehingga dalam kedua prasasti
mulai terdapat kata-kata dalam bahasa Sansekerta. Prasasti berbahasa
Melayu juga ditemukan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah.
Prasasti-prasati itu ialah Gandasuli, Bukateja, Dieng, Sojomerto, dan
Sewu Prambanan. Namun mereka ditulis dengan huruf Jawa atau
Hanacaraka. Antara prasasti-prasasti bahasa Melayu di Sumatera dan
Jawa terdapat kesamaan dari asal abadnya, yaitu abad 7-8 yang
diperkirakan berasal dari masa Sriwijaya-Mataram Kuno
(Syailendra-Sanjaya). Kedua kerajaan memang membentuk aliansi
sehingga bahasa Melayu tersebar ke Pulau Jawa. Aliansi ini pernah
melahirkan karya akbar berupa Candi Borobudur dan pelahir Kebudayaan
Angkor di Kamboja, kebudayaan yang ditengarai berbahasa Melayu karena
sang pendiri, Jayawarman II, merupakan didikan dua kerajaan itu. Di
barat Pulau Jawa, bahasa Melayu juga ditemukan dalam banyak nama
tempat, terutama di Karawang seperti Batujaya dan Tanjungpura.
Menunjukkan bahwa Kerajaan Tarumanegara yang pernah berkuasa di Jawa
Barat pernah ditundukkan dan menjadi bawahan Sriwijaya. Bukti
lainnya, berupa candi-candi di Batujaya dan Cibuaya yang berstruktur
mirip dengan di Muaro Jambi. Aliansi Sriwijaya dan Mataram Kuno juga
menyebar hingga ke luar Nusantara, terutama ke Filipina. Buktinya
berupa penemuan prasasti berbahasa Melayu oleh Antoon Postma,
peneliti asal Belanda pada dekade 80-an di Laguna. Keadaan ini
menunjukkan di zaman kuno pun bahasa Melayu telah menjadi lingua
franca dengan Sriwijaya sebagai pembawanya.
Ketika Islam datang,
bahasa Melayu kemudian ditulis dengan huruf Arab atau populer disebut
Jawi. Bukti pertama itu muncul di Terengganu, Malaysia pada 1303
berupa sebuah batu yang ditulis untuk mengingatkan kepada semua
penduduk tentang penerapan syariat Islam. Ketika Majapahit sebagai
imperium Nusantara runtuh pada abad ke-15, muncullah
kekuatan-kekuatan di Sumatera dan Semenajung Melayu. Salah satunya
Malaka yang mulai menjadi pusat bahasa Melayu abad itu. Pada masa
Malakalah, bahasa Melayu, selain telah berkontak dengan Arab, Persia,
India, dan Cina, yang oleh pihak Cina telah dibukukan kosakata Melayu
pertama, bahasa Melayu juga mulai berkontak dengan bangsa-bangsa
Eropa, terutama Portugis. Pada 1511, bangsa di Semenanjung Iberia itu
berhasil menaklukkan Malaka. Membuat selanjutnya pusat perdagangan
pindah ke Aceh, yang bukan berbahasa Melayu namun memakai bahasa itu
dalam kehidupan sehari-harinya.
Memang perlu dicatat
pada masa Islam masuk, bahasa Melayu mengalami perkembangan pesat.
Bahasa Melayu bukanlah lagi bahasa mayoritas di Sumatera dan
Semanjung Melayu tetapi juga menjadi bahasa mayoritas pengganti
bahasa daerah di Indonesia Timur, terutama di Ambon, Ternate, Tidore,
dan Raja Ampat. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu
merupakan lingua franca sejak baheula. Selain di Nusantara ia
juga digunakan oleh banyak kerajaan Islam di Filipina. Bahasa Melayu,
oleh kerajaan-kerajaan itu, dianggap lebih bermartabat. Ketika Malaka
runtuh, bahasa Melayu juga dijadikan sebagai medium perlawanan
terhadap orang-orang Eropa yang berbahasa menggunakan aksara Latin.
Perlawanan yang kemudian menyebar hingga ke bidang agama. Islam lekat
dengan bahasa Melayu dan huruf Jawi sedangkan Kristen lekat dengan
bahasa-bahasa Eropa dan huruf Latin. Hal yang demikian menyebabkan
terjadinya ejekan suatu ketika di Maluku. Seorang pemuka agama
kristen di Maluku mendengar keluhan jemaatnya mengenai bahasa Melayu
yang tidak pernah ditulis dalam huruf latin. Inilah yang kemudian
membuat pemuka dari Belanda menuliskan kitab kidung dalam bahasa
Melayu berhuruf Latin.
Pentingnya bahasa
Melayu membuat negara-negara Eropa yang menguasai Nusantara pada abad
ke-17 hingga 20 sebisa mungkin menerjemahkan karya-karya dari negara
ke dalam bahasa Melayu, membuat surat-surat perjanjian kontrak dalam
bahasa itu, dan merekrut pegawai-pegawai ke dalam pemerintahan juga
dengan bahasa itu. Meskipun bahasa Melayu tetap menjadi subordinasi
bahasa para kolonialis.
Jepang, yang
menguasai Asia Tenggara pada Perang Dunia ke-2, juga menganggap
penting bahasa Melayu sebagai bahan propaganda perang mereka demi
kesuksesan di medan perang. Alhasil, banyak sekali media propaganda
diterbitkan dalam bahasa itu. Ketika terjadi proses dekolonisasi dan
juga proses mengambil kembali wilayah jajahan dari Jepang, para
kolonialis diwajibkan berbahasa Melayu untuk memudahkan komunikasi
dengan para penutur bahasa Melayu.
Kini dengan jumlah
penutur sebanyak 220 juta jiwa, bahasa Melayu telah menjadi bahasa
nasional dan resmi di empat negara selepas dekolonisasi. Indonesia
menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, namun ia dinamakan
bahasa Indonesia, yang berakar dari bahasa Melayu-Riau. Hal yang sama
dilakukan Malaysia. Awalnya tetap bernama bahasa Melayu lalu berganti
menjadi bahasa Malaysia dan kemudian kembali ke bahasa Melayu. Di
Brunei bahasa Melayu disebut sebagai bahasa Melayu-Brunei. Sedangkan
di Singapura, Melayu bukanlah bahasa nasional, tetapi ia adalah
bahasa resmi bersama-sama dengan Inggris, Cina, India, dan Tamil.
Selain di negara-negara di Nusantara, bahasa Melayu juga dituturkan
di Thailand Selatan, yaitu di Pattani dan sekitarnya, Kamboja,
Vietnam, Myanmar, Sri Lanka, Afrika Selatan, Filipina, Timor-Leste,
dan Cocos dan Keeling di Australia.
Jumlah penutur yang
banyak telah menjadikan bahasa Melayu sebagai 10 besar bahasa dunia.
Kebanyakan penutur dari Indonesia. Jika melihat dari hal itu juga,
terutama di Asia Tenggara, sangatlah wajar apabila bahasa Melayu
menjadi bahasa resmi ASEAN. Bersanding atau menggantikan bahasa
Inggris yang malah menjadi bahasa resmi di organisasi antar-negara
Asia Tenggara itu. Ini karena bahasa Melayu sudah menjadi bahasa
universal yang telah mempunyai sejarah yang panjang dan memainkan
peranan penting bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Apalagi ia bahasa yang mudah dipelajari dan tidak mempunyai struktur bahasa yang rumit.
0 Response to "Bahasa Melayu, Bahasa Universal ASEAN"
Post a Comment