Kosmopolitannya Singapura dari Transportasi Massal
Singapura. Nama negara-kota itu sudah
begitu akrab di telinga orang Indonesia. Jika mendengar si Negeri
Singa, kebanyakan akan langsung mengarah ke aktivitas berbelanja.
Maklum, negara yang berseberangan dengan Pulau Batam di Kepulauan
Riau itu merupakan surganya belanja orang Indonesia. Bagaimana tidak?
Hampir setiap tahun orang-orang dari Indonesia, terutama dari Batam,
Bintan, dan Pekanbaru akan selalu berplesir ke negara yang memang
tidaklah jauh letaknya dari wilayah tempat tinggal mereka. Selain
mereka, tentu saja orang-orang dari Pulau Jawa. Murah dan berkualitas
bagus menjadi alasan orang-orang Indonesia selalu berbelanja ke sana.
Namun, bukan itu yang akan saya bahas
dalam tulisan ini. Saya lebih menyorot kepada kosmopolitannya negara
mungil nan maju ini. Kenapa kosmopolitan?
Singapura adalah sebuah negara pulau
yang penduduknya terdiri dari berbagai bangsa termasuk tiga bangsa
utama, yaitu, Cina, Melayu, dan India. Jika merujuk pada sejarahnya,
Singapura sebenarnya adalah sebuah wilayah Melayu yang di dalamnya
pernah berdiri kerajaan Buddha bernama sama. Kerajaan itu didirikan
oleh Sang Nila Utama, seorang pangeran Sriwijaya yang melarikan diri
dari tempat tinggalnya setelah keruntuhan kerajaan maritim itu oleh
Majapahit. Nama Singapura (kota singa) muncul secara spontan setelah
Sang Nila Utama melihat makhluk seperti singa --padahal harimau
malaya-- yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Nama pulau tempat Sang
Nila Utama mendirikan kerajaan bernama Tumasik atau Temasek, yang
berarti permukiman yang dikelilingi laut, merujuk pada pola
permukiman Suku Laut di tempat itu.
Seturut sejarahnya, Singapura perlahan
menjadi wilayah dengan mayoritas orang Cina. Hal itu dimulai dengan
dibelinya pulau ini oleh Raffles dari Sultan Johor semasa Raffles
tidak lagi menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Jawa.
Raffleslah yang dianggap sebagai pendiri Singapura modern. Dari masa
Raffleslah gelombang imigrasi orang-orang dari berbagai dunia
berdatangan, terutama dari Cina dan India untuk mencari penghidupan.
Perlahan Singapura menjadi tempat yang kosmopolitan hingga sekarang.
Kosmopolitannya negara yang berdiri
pada 1965 setelah melepaskan diri dari Malaysia ini terlihat dari
mana saja, termasuk dari transportasi massal andalan negara itu,
kereta api dan bus. Di Singapura, dua moda transportasi itu dikelola
dua perusahaan, SMRT Corp dan SBS transit. Yang satu milik pemerintah sedangkan yang satu lagi swasta. Nah, kenapa
saya bilang kosmopolitan? Sebab, ketika kita menaiki kereta api atau
bus di sana akan ditemui wajah-wajah berlainan ras, bangsa, dan
agama. Ada wajah Cina yang sipit, Melayu yang sawo matang, India yang
hitam (Tamil) bahkan Afrika, Eropa, dan Eurasia. Karena beragam itu
jangan heran jika bakal banyak bahasa dituturkan di samping bahasa
Inggris sebagai perantara. Menyadari bahwa penduduknya multirasial
dan multilingual, setiap papan petunjuk atau peringatan akan selalu
terpasang dengan tulisan-tulisan multilingual. Bahkan suara
peringatan demikian.
Hal-hal yang bersifat kosmopolis tidak
sebatas itu. Untuk tempat-tempat pemberhentian dua moda transportasi
itu, Nama-namanya juga bisa dibilang kosmopolis. Artinya, nama-nama
yang ada mewakili komposisi etnis di Singapura. Joo-Koon, Yishan, Ah
Mo Kiang, mencirikan etnis Cina. Jalan Besar, Paya Lebar, dan Bukit
Panjang,mencirikan Melayu. Untuk India ada Dhobi Ghaut. Sedangkan
nama-nama seperti Lavender, Raffles Hall, dan Harbour Front
mencirikan nama-nama Inggris, negara yang menguasai Singapura hingga
1942.
Singapura memang kosmopolis dari
hal-hal tersebut. Namun, nama-nama yang demikian seperti nama Melayu
belum tentu mayoritas orang Melayu. Kenyataannya malah Cina. Atau
malah dalam wilayah bernama Melayu malah juga kebanyakan India. Ini
karena Cina merupakan etnis mayoritas di Negeri Singa. Jadi, wajar
juga apabila di Aljunied yang mencirikan nama Arab malah kebanyakan
Cina sebagai pemukimnya.
0 Response to "Kosmopolitannya Singapura dari Transportasi Massal"
Post a Comment