-->

Grab: Si Hijau Pionir Transportasi Online se-Asia Tenggara

Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut manusia yang berada di dalamnya untuk harus berinovasi demi kehidupan yang lebih baik. Berkat kecanggihan teknologi yang mendukung pola pikir, terciptalah beberapa inovasi terutama di bidang transportasi. Belakangan ini jamak terdengar dan sering terlihat istilah transportasi online berbasis aplikasi. Transportasi ini lahir dari suatu keadaan yang tidak menyenangkan ketika para pengguna transportasi umum merasakan banyaknya kesulitan ketika hendak menggunakan satu moda transportasi. Seperti taksi, yang dirasa sulit dijangkau ketika si pengguna berada di luar wilayah operasi taksi. Akibatnya, si pengguna itu harus berjalan kaki ke tempat pangkalan atau pool taksi yang jaraknya jauh. Belum lagi tarif taksi yang memakai sistem argometer. Membuat tarif terus dihitung walau dalam keadaan macet sehingga perjalanan dengan taksi menjadi mahal. Hal inilah yang kemudian membuat para pengguna transportasi beralih menggunakan mobil pribadi. Alih-alih kenyamanan justru malah menambah kemacetan.
Grab Logo.png
wikipedia.org


Pada masa sekarang ini sudah banyak merek transportasi online berseliweran di jalan-jalan di banyak negara. Termasuk di Indonesia. Uber, Grab, dan GoJek, merupakan transportasi-transportasi online yang dimaksud. Ketiga-tiganya sering muncul bahkan dalam waktu yang bersamaan. Nah, salah satu yang akan dibahas dalam artikel ini adalah Grab, mengingat perusahaan transportasi online merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Grab yang identik dengan warna hijau ---sama dengan warna GoJek-- adalah perusahaan transportasi online yang didirikan oleh Anthony Tan, seorang pebisnis asal Malaysia, pada 2012. Tan, lulusan Harvard Bussiness School mendirikan Grab dengan nama awal MyTeksi. Ia mendirikan MyTeksi karena merasakan kesulitan salah satu teman kuliahnya ketika hendak memesan taksi di negara asalnya. Kesulitan itulah yang membuat Tan berupaya mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan. Apalagi, ia berasal dari keluarga yang tidak jauh dari transportasi umum dan otomotif. Latar belakang itulah yang membuat Tan gigih.

MyTeksi, yang kemudian berubah menjadi GrabTaxi pada 2014 dan Grab pada 2016, awalnya ditawarkan ke beberapa sopir taksi. Akan tetapi tidak banyak yang tertarik sehingga membuat Tan mau tidak mau mengemudikan sendiri untuk mencari konsumen sekaligus melihat sudut pandang seorang sopir taksi. Dari situlah Tan menyimpulkan bahwa kebanyakan konsumen tidak puas karena sering ditipu sopir taksi atau sopir taksi tidak puas karena penghasilan yang didapat menjadi sedikit ketika harus disetor ke perusahaan. Karena itulah, ia ingin membuat transportasi yang aman, nyaman, adil, dan berkesan bagi semua pihak.
https://image-store.slidesharecdn.com/f312d9f5-281d-44be-a2a4-06e3c456cff8-large.jpeg
linkedin


Perlahan tapi pasti, Grab mulai mendapat tempat di para pengguna transportasi, terutama di Malaysia. Apalagi kehadirannya seperti hendak menyaingi Uber yang berasal dari Amerika Serikat. Dalam 12 bulan sejak pengoperasian, Grab mampu menghasilkan keuntungan dan akhirnya menarik simpati investor untuk memberikan dana sebanyak US$ 90 juta dari Tiger Global, sebuah perusahaan pemasok modal dari Cina, dan termasuk anak buah Temasek Singapura. Dana itulah yang kemudian dioptimalkan Grab untuk menjadi sebuah perusahaan besar di Asia Tenggara. Dua tahun setelah pengoperasian SoftBank Group dari Jepang menyetorkan dana investasi  sebesar US$ 250 juta. Investasi ini menjadikan Grab, pionir transportasi online di Asia Tenggara, sebagai perusahaan transportasi online terbesar di wilayah ini.

Setelah sukses di negara sendiri, Tan mulai mengarahkan Grab untuk lingkup Asia Tenggara. Pertama ke Filipina pada 2013, disusul kemudian ke Singapura dan Thailand. Setahun berikutnya Grab menyasar ke Vietnam kemudian ke Indonesia. Sambutan di lingkup regional ini cukup positif mengingat Grab menawarkan solusi dalam bertransportasi. Pada 2014 setelah GrabTaxi, Grab meluncurkan GrabCar sebagai transportasi alternatif dengan menggandeng mitra berlisensi. Di tahun yang sama, setelah mengamati perkembangan di banyak kota besar di Asia Tenggara, perusahaan yang berbasis di Singapura dan beroperasi di 30 kota di enam negara Asia Tenggara ini mulai meluncurkan GrabBike di Ho Chi Minh, Vietnam, kemudian di Jakarta, Indonesia, Cebu dan Davao di Filipina, dan Pattaya di Thailand. Alasannya adalah di kota-kota itu transportasi yang paling sering diandalkan pada jam-jam sibuk adalah motor. Keberadaan GrabBike jelas sangat membantu meskipun juga disertai dengan resistensi seperti yang terjadi di Indonesia dan Filipina. Yaitu, gelombang penolakan transportasi online dari pihak sopir transportasi konvensional dan belum adanya definisi dan regulasi yang tepat untuk menjadikan sepeda motor sebagai salah satu transportasi umum. Akan tetapi hal-hal yang demikan tidak lantas membuat Grab berhenti melaju mengingat sudah banyak manfaat yang dirasakan dari keberadaannya.









0 Response to "Grab: Si Hijau Pionir Transportasi Online se-Asia Tenggara"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel