Halimah Yacob dan Jejak-Jejak Para Wanita di Pemerintahan di Asia Tenggara
Rabu, 13 September 2017 siang akan menjadi hari bersejarah bagi Singapura. Untuk kali pertama Negeri Singa akan mempunyai seorang presiden perempuan sepanjang sejarah berdirinya negara itu sejak 1965, Halimah Yacob. Dia akan menggantikan presiden sebelumnya, Tony Tan Keng Yam, yang telah habis masa jabatannya. Tak hanya sebagai presiden perempuan pertama, naiknya Halimah juga membuat Singapura kembali mempunyai presiden dari etnis Melayu. Terakhir, presiden negara itu yang menjabat adalah Yushof Ishak. Sosok ini juga presiden pertama Singapura.
Halimah menjadi Presiden Singapura setelah dinyatakan paling layak oleh Komite Pemilihan Presiden dibandingkan dengan empat calon lainnya. Keterpilihan sosok yang berasal dari PAP atau Partai Aksi Rakyat --partai terbesar di Singapura-- juga karena untuk memberi kesempatan kepada etnis Melayu, salah satu etnis di negara itu. Sebab, sudah dalam berpuluh-puluh tahun tidak ada sosok Melayu yang menjadi kepala negara. Selama ini jabatan tersebut kebanyakan diisi oleh etnis Cina sebagai etnis terbesar, dan India. Akan tetapi. sebagaimana negara-negara yang menganut sistem Westminster, yang menjadi kepala pemerintahan di Singapura adalah perdana menteri. Sementara, presiden hanyalah simbol. Meski begitu, Halimah mempunyai hak-hak veto yang berkenaan dengan ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. Perempuan kelahiran 23 Agustus 1954 ini juga diberi hak untuk berkonsultasi dengan Dewan Penasihat Kepresidenan dalam bertugas. Halimah yang dipilih sebagai presiden tanpa melalui pungutan suara itu berjanji akan memberikan yang terbaik untuk Singapura.
Halimah, yang sebelumnya merupakan Ketua Parlemen Singapura, mengikuti jejak para perempuan yang terlebih dahulu menjadi kepala pemerintahan di Asia Tenggara kontemporer. Dimulai dari Gloria Macapagal Aroyyo, Megawati Soekarnoputri, Yingluck Sinawathra, dan terakhir, Aung San Suu Kyi. Namun, di masa Asia Tenggara klasik, juga banyak perempuan yang menjadi kepala pemerintahan seperti Ratu Soma di Kamboja, Ratu Shima di Indonesia, Ratu Maha Dewi di Laos, dan Ratu Paramisuli di Filipina. Hal yang demikian sebenarnya menyimpulkan bahwa Asia Tenggara bukanlah kawasan yang asing dengan perempuan dalam pemerintahan meskipun jumlahnya sedikit. Terpilihnya Halimah, yang berayah India dan beribu Melayu serta pernah berjualan nasi padang di masa kecilnya itu, seperti menandakan keterwakilan perempuan di kawasan ini terus berjalan.
Reuters |
Halimah menjadi Presiden Singapura setelah dinyatakan paling layak oleh Komite Pemilihan Presiden dibandingkan dengan empat calon lainnya. Keterpilihan sosok yang berasal dari PAP atau Partai Aksi Rakyat --partai terbesar di Singapura-- juga karena untuk memberi kesempatan kepada etnis Melayu, salah satu etnis di negara itu. Sebab, sudah dalam berpuluh-puluh tahun tidak ada sosok Melayu yang menjadi kepala negara. Selama ini jabatan tersebut kebanyakan diisi oleh etnis Cina sebagai etnis terbesar, dan India. Akan tetapi. sebagaimana negara-negara yang menganut sistem Westminster, yang menjadi kepala pemerintahan di Singapura adalah perdana menteri. Sementara, presiden hanyalah simbol. Meski begitu, Halimah mempunyai hak-hak veto yang berkenaan dengan ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. Perempuan kelahiran 23 Agustus 1954 ini juga diberi hak untuk berkonsultasi dengan Dewan Penasihat Kepresidenan dalam bertugas. Halimah yang dipilih sebagai presiden tanpa melalui pungutan suara itu berjanji akan memberikan yang terbaik untuk Singapura.
Halimah, yang sebelumnya merupakan Ketua Parlemen Singapura, mengikuti jejak para perempuan yang terlebih dahulu menjadi kepala pemerintahan di Asia Tenggara kontemporer. Dimulai dari Gloria Macapagal Aroyyo, Megawati Soekarnoputri, Yingluck Sinawathra, dan terakhir, Aung San Suu Kyi. Namun, di masa Asia Tenggara klasik, juga banyak perempuan yang menjadi kepala pemerintahan seperti Ratu Soma di Kamboja, Ratu Shima di Indonesia, Ratu Maha Dewi di Laos, dan Ratu Paramisuli di Filipina. Hal yang demikian sebenarnya menyimpulkan bahwa Asia Tenggara bukanlah kawasan yang asing dengan perempuan dalam pemerintahan meskipun jumlahnya sedikit. Terpilihnya Halimah, yang berayah India dan beribu Melayu serta pernah berjualan nasi padang di masa kecilnya itu, seperti menandakan keterwakilan perempuan di kawasan ini terus berjalan.
0 Response to "Halimah Yacob dan Jejak-Jejak Para Wanita di Pemerintahan di Asia Tenggara"
Post a Comment