-->

Bhumibol Adulyadej: Sang Raja Yang Bertahan di Tengah Krisis Politik

Thailand memang sedang dilanda krisis politik. Sejak 3 minggu lalu, ibu kota negeri itu, Bangkok dipenuhi lautan orang-orang yang meneriakkan protes kepada pemerintahan "negeri gajah putih" yang dipegang oleh Yingluck Shinawatra. Beberapa dari mereka menuntut agar Yingluck segera turun dari jabatannya karena dianggap tidak transparan dalam kasus korupsi, kegagalan mempertahankan Candi Preah Vihear yang jatuh ke tangan Kamboja, dan persona Yingluck sendiri yang merupakan adik kandung Thaksin Shinawatra, mantan Perdana Menteri Thailand yang dilengserkan dari posisinya melalui kudeta militer setelah unjuk rasa pada 2006. Para demonstran yang dimotori oleh Abhisit Vejjajiva dan memakai kaos kuning terus-menerus meneriakkan yel-yel mundur hingga masuk ke dalam halaman perdana menteri. Aksi ini dibiarkan saja oleh militer yang nampaknya hanya menunggu momen tepat untuk beraksi. Aksi kaos kuning yang sudah meluas ke luar Bangkok itu segera ditanggapi aksi kaos merah, yang diindetikkan dengan pendukung Thaksin dan Yingluck. Krisis politik pun terus berulang di Thailand dan sering tanpa hasil.

Bhumibol, Raja Terkaya yang Sempat Dituduh Bunuh Kakaknya
aig.com

Namun sejenak kita lupakan krisis politik yang nampaknya menyita pikiran banyak orang di Thailand sehingga berdampak juga pada pariwisatanya. Tanggal 5 Desember kemarin bisa dibilang hari yang cukup bersejarah bagi Thailand sebab di hari itu, raja negeri itu, Bhumibol Adulyadej, merayakan ulang tahunnya yang ke-67. Dia merupakan raja yang memerintah Thailand sejak 1946 dan menjadi salah satu raja yang terpanjang masa kekuasaannya. Lahir pada 5 Desember 1927 di Massachussets, Amerika Serikat, Bhumibol merupakan raja Thailand pewaris kesembilan dari Dinasti Chakri, dinasti yang sudah berkuasa pada 1700-an. Salah satu rajanya ialah Chulalongkorn yang dikenal sebagai pembawa kebudayaan Barat ke Thailand. Karena merupakan pewaris kesembilan, maka gelar sang raja ialah Rama IX.

Anak dari pasangan Pangeran Songklha, Mahidol Adulyadej dan Srinagarindra ini naik ke tahta kekuasaan Thailand menggatikan kakaknya, Ananda Mahidol yang tewas di kamar tidurnya pada 1946. Akibat kejadian ini, Bhumibol sempat dituduh melakukan pembunuhan. Namun, fakta menunjukkan bahwa ia datang setelah 20 menit sang kakak terbunuh. Ada dugaan lain Mahidol dibunuh seorang perwira militer. Meskipun begitu, Bhumibol tetap diangkat menjadi seorang raja karena tidak mungkin sebuah negara kosong sebuah kepala negara. Bhumibol menjadi raja ketiga Thailand yang menikmati peran sebatas kepala negara. Sejak 1932, Thailand yang dahulu bernama Siam mengalami kudeta pertama kali sepanjang negara itu. Kudeta yang dilakukan militer itu memaksa mengubah monarki dari absolut menjadi konstitusional. Dengan kata lain. sang raja sudah tidak berhak lagi mengurusi pemerintahan yang selanjutnya diberikan kepada perdana menteri yang ditunjuk oleh parlemen.


Bhumibol menjadi raja yang mengalami masa pemerintahan Thailand dikendalikan sipil dan militer. Suami dari Ratu Sirikit itu disebut tidak mempunyai peran politik sama sekali pada kediktaoran Jenderal Plaek Pibulsongkhram, salah satu pemimpin kudeta pada 1932. Namun, Bhumibol mengambil langkah tegas dengan tidak mendukung sang jenderal ketika hendak meminta dukungan dari sang raja akibat diserang secara publik oleh Jenderal Sarit Dhanarajata. Jenderal ini yang kemudian berhasil menggulingkan kekuasaan Phibul setelah mendapat persetujuan dari Bhumibol. Pada masa Sarit inilah tercipta hubungan yang harmonis antara raja dan pemerintahan militer. Salah satu hal penting yang dilakukan Sarit menjadikan hari lahir sang raja menjadi hari nasional menggantikan hari peringatan revolusi Siam. Tak hanya itu, Sarit juga melakukan revitaliasi terhadap peran keluarga kerajaan yang selama ini terbatasi  pada masa Phibul. Apa yang dilakukan Sarit kemudian dilanjutkan penggantinya hingga pemerintahan Thailand dipegang orang-orang sipil sejak 1990-an.
File:King bhumibol monument.jpg
wikipedia.org


Selama masa pemerintahannya hingga kini, Bhumibol juga mempunyai hak untuk mengintervensi apabila keadaan dalam negeri sudah dalam keadaan darurat. Ia pernah menolak rencana dan mendukung kudeta  para perwira militer pada 1981 dan 1985. Ia juga mengintervensi krisis politik yang terjadi pada 1992, 2006,  2008, dan terakhir 2010 dengan mengganti dan menunjuk pejabat sebagai perdana menteri atau dewan penasihat dan melakukan pemilihan umum. Latar pendidikan Barat yang dianutnya cukup berpengaruh pada pribadinya yang hanya melakukan intervensi jika keadaan sudah tidak bisa diatasi lagi.

Bhumibol Adulyadej yang berarti "kekuatan menguasai lahan yang tak tertandingi" ditaksir mempunyai kekayaan sebanyak USD 30 milyar dan menjadi salah satu raja terkaya di dunia. Ia juga pernah menjadi atlet berlayar pada SEAP Games 1967 dan memenangkan medali emas. Ia juga seorang pecinta dan pencipta musik jazz. Sebelum menjadi raja, pada 1932, ia menjadi anggota kehormatan Akademi Musik Vienna dan menjadi orang Asia pertama yang mendapatkannya. Bhumibol juga seorang penulis buku, Phra Machanok dan The Story of Thong Daeng menjadi bukti dari karya-karyanya. Meski sangat dihormati dan dilarang diserang secara publik menurut hukum yang berlaku di Thailand, sang raja juga tak segan-segan mengatakan dirinya ingin sekali dikritik karena ia merasa raja juga manusia. Itu yang ia ucapkan pada ulang tahunnya di 2005. Belakangan, karena kesehatannya, Bhumibol sering menderita sakit. Salah satu bangunan yang didirikan atas usulan sang raja ialah Jembatan Rama VIII yang melintas di atas Sungai Chao Phraya yang membelah Bangkok.

facebook/ASEANCommunity

Thailand memang sering sekali dilanda protes politik sehingga membuat negara tersebut dalam keadaan labil. Pemerintahan datang silih berganti namun sang raja tetap tidak dapat diganggu gugat sebab ia merupakan lambang Thailand hingga saat ini. Keberadaannya harus dihargai dan dicintai rakyatnya. Wajar, jika 5 Desember merupakan hari nasional yang sungguh teristimewa bagi di Thailand di tengah krisis politik yang tak kunjung padam.

0 Response to "Bhumibol Adulyadej: Sang Raja Yang Bertahan di Tengah Krisis Politik"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel