Gajah, Binatang Sakral Nan Tangguh di Asia Tenggara
Gading dan belalai identik dengan binatang yang satu ini. Berbadan besar dan mempunyai tenaga kuat untuk melindas manusia, mengangkat pepohonan, dan mengangkut barang. Itulah gajah. Mamalia daratan yang sudah ada sejak jutaan tahun lalu dan mengiringi sejarah kehidupan manusia. Gajah termasuk salah satu binatang buas dan cukup berbahaya. Akan tetapi, ia mempunyai nilai jual dari gadingnya yang sering diburu para pemburu. Perburuan gading pun mengancam keberadaan gajah sehingga binatang ini layak dilindungi. Begitu pula habitatnya. Perusakan habitat menyebabkan gajah sering menyerang permukiman manusia dan membuat gajah dibunuh. Padahal, itu terjadi karena kesalahan manusia.
Hidup di dua benua, Asia dan Afrika, gajah telah tumbuh subur dalam banyak kebudayaan dan peradaban melalui cerita-cerita dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tulisan sederhana ini akan dilihat fungsi gajah yang nampaknya mempunyai pengaruh besar di Asia, khususnya Asia Tenggara.
Asia Tenggara yang membentang dari Indocina hingga Nusantara telah begitu akrab dengan binatang yang satu ini. Sebagai perwujudan Ganesha dan Airawata melalui indianisasi, banyak negeri di Asia Tenggara telah memperlakukan gajah dengan mulia. Di Thailand, gajah telah begitu akrab dalam kehidupan sehari-hari negara itu. Gajah pun banyak diabadikan sebagai patung, atraksi wisata, dan dijadikan simbol pada bendera Thailand ketika masih bernama Siam. Gajah juga dijadikan lambang kota Bangkok, lambang Federasi Sepak Bola Thailand, lambang kekuasaan dan kebesaran raja, serta kendaraan militer Thailand di masa lampau. Apalagi yang digunakan ialah gajah putih atau albino yang sering digambarkan dalam lukisan-lukisan di Thailand, wajar julukan "negeri gajah putih" melekat pada Thailand. Di negeri ini juga pawang gajah dianggap sebagai pekerjaan mulia karena ia sedang melakukan pekerjaan "perpanjangan tangan Tuhan".
Selain Thailand, Kamboja juga menggunakan gajah sebagai kendaraan militer Kerajaan Khmer di masa lalu dan pada masa sekarang sebagai atraksi turisme di Angkor Wat. Laos juga menggunakan gajah sebagai kendaraan militer dan nama kerajaan. Hal itu terbukti pada nama kerajaan termahsyur Laos, Lan Xang, yang berarti jutaan gajah. Gajah juga menjadi simbol pada bendera negara itu ketika masih berbentuk kerajaan hingga 1975. Bahkan, ketika SEA Games diadakan di Laos pada 2009, gajah ditampilkan sebagai maskot dengan nama Champa dan Champi. Di Myanmar, seperti halnya negara-negara Indocina lainnya, gajah juga digunakan sebagai kendaraan militer di masa lalu oleh kerajaan-kerajaan yang pernah berdaulat di Myanmar. Perang gajah kerap terjadi antara Thailand dan Myanmar dan Mongol ketika hendak menginvasi Myanmar berhadapan dengan pasukan gajah Myanmar.
Di Asia Tenggara Maritim, gajah juga menjadi lambang kebesaran sebuah kesultanan, terutama di Aceh melalui Samudera Pasai dan Aceh. Di provinsi ini juga terdapat legenda Gajah Puteh yang nampaknya merupakan simbol kebesaran dan kendaraan kesultanan-kesultanan yang pernah ada di Aceh. Gajah Puteh kemudian dijadikan simbol Kodam Iskandar Muda. Jauh sebelumnya, Sriwijaya juga menggunakan gajah untuk hal-hal yang sama. Itu terbukti dari surat yang dikirimkan penguasa Umayah kepada salah satu raja Sriwijaya yang menyebut sang raja mempunyai banyak gajah. Di Lampung, terdapat Taman Nasional Way Kambas, habitat liar gajah-gajah Sumatera yang kemudian dijadikan atraksi turisme. Selain itu, terdapat sekolah gajah. Sedangkan di Kalimantan, gajah yang ada berasal dari Sulu, Filipina Selatan yang pada abad ke-18 dilepas oleh Sultan Sulu dan berkembang biak di sana.
Gambaran di atas membuktikkan bahwa gajah telah berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Satwa belalai panjang ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar pada mereka yang berada di Asia Tenggara hingga kemudian disucikan dalam bentuk-bentuk keramat. Hal ini tak lepas dari kepercayaan religius-mistis yang berkembang dalam masyarakat Asia Tenggara. Gajah juga menjadi simbol ketangguhan sebuah negara atau wilayah.
Hidup di dua benua, Asia dan Afrika, gajah telah tumbuh subur dalam banyak kebudayaan dan peradaban melalui cerita-cerita dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tulisan sederhana ini akan dilihat fungsi gajah yang nampaknya mempunyai pengaruh besar di Asia, khususnya Asia Tenggara.
Asia Tenggara yang membentang dari Indocina hingga Nusantara telah begitu akrab dengan binatang yang satu ini. Sebagai perwujudan Ganesha dan Airawata melalui indianisasi, banyak negeri di Asia Tenggara telah memperlakukan gajah dengan mulia. Di Thailand, gajah telah begitu akrab dalam kehidupan sehari-hari negara itu. Gajah pun banyak diabadikan sebagai patung, atraksi wisata, dan dijadikan simbol pada bendera Thailand ketika masih bernama Siam. Gajah juga dijadikan lambang kota Bangkok, lambang Federasi Sepak Bola Thailand, lambang kekuasaan dan kebesaran raja, serta kendaraan militer Thailand di masa lampau. Apalagi yang digunakan ialah gajah putih atau albino yang sering digambarkan dalam lukisan-lukisan di Thailand, wajar julukan "negeri gajah putih" melekat pada Thailand. Di negeri ini juga pawang gajah dianggap sebagai pekerjaan mulia karena ia sedang melakukan pekerjaan "perpanjangan tangan Tuhan".
Selain Thailand, Kamboja juga menggunakan gajah sebagai kendaraan militer Kerajaan Khmer di masa lalu dan pada masa sekarang sebagai atraksi turisme di Angkor Wat. Laos juga menggunakan gajah sebagai kendaraan militer dan nama kerajaan. Hal itu terbukti pada nama kerajaan termahsyur Laos, Lan Xang, yang berarti jutaan gajah. Gajah juga menjadi simbol pada bendera negara itu ketika masih berbentuk kerajaan hingga 1975. Bahkan, ketika SEA Games diadakan di Laos pada 2009, gajah ditampilkan sebagai maskot dengan nama Champa dan Champi. Di Myanmar, seperti halnya negara-negara Indocina lainnya, gajah juga digunakan sebagai kendaraan militer di masa lalu oleh kerajaan-kerajaan yang pernah berdaulat di Myanmar. Perang gajah kerap terjadi antara Thailand dan Myanmar dan Mongol ketika hendak menginvasi Myanmar berhadapan dengan pasukan gajah Myanmar.
wikipedia.org |
Di Asia Tenggara Maritim, gajah juga menjadi lambang kebesaran sebuah kesultanan, terutama di Aceh melalui Samudera Pasai dan Aceh. Di provinsi ini juga terdapat legenda Gajah Puteh yang nampaknya merupakan simbol kebesaran dan kendaraan kesultanan-kesultanan yang pernah ada di Aceh. Gajah Puteh kemudian dijadikan simbol Kodam Iskandar Muda. Jauh sebelumnya, Sriwijaya juga menggunakan gajah untuk hal-hal yang sama. Itu terbukti dari surat yang dikirimkan penguasa Umayah kepada salah satu raja Sriwijaya yang menyebut sang raja mempunyai banyak gajah. Di Lampung, terdapat Taman Nasional Way Kambas, habitat liar gajah-gajah Sumatera yang kemudian dijadikan atraksi turisme. Selain itu, terdapat sekolah gajah. Sedangkan di Kalimantan, gajah yang ada berasal dari Sulu, Filipina Selatan yang pada abad ke-18 dilepas oleh Sultan Sulu dan berkembang biak di sana.
Gambaran di atas membuktikkan bahwa gajah telah berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Satwa belalai panjang ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar pada mereka yang berada di Asia Tenggara hingga kemudian disucikan dalam bentuk-bentuk keramat. Hal ini tak lepas dari kepercayaan religius-mistis yang berkembang dalam masyarakat Asia Tenggara. Gajah juga menjadi simbol ketangguhan sebuah negara atau wilayah.
0 Response to "Gajah, Binatang Sakral Nan Tangguh di Asia Tenggara"
Post a Comment