Pendudukan Jepang di Asia Tenggara: Medium Penghancur Kolonialisme Barat
Pendudukan Jepang di
Asia Tenggara dalam kurun 3-5 tahun merupakan babak sejarah modern negara-negara di kawasan itu ketika menghadapi zaman peralihan
setelah malaise yang melanda dunia pada akhir 1930-an. Pendudukan ini
sesungguhnya sudah diramalkan jauh-jauh hari oleh para kaum
nasionalis anti-kolonial ketika sebagian besar dari mereka telah
melihat Jepang sebagai sebuah contoh negara Asia yang berhasil
menerapkan cara hidup Barat serta mengalahkan salah satu negara
Eropa, Rusia, pada 1905. Keberhasilan itulah yang dijadikan inspirasi
oleh kaum nasionalis untuk merdeka dari belenggu kolonialisme di Asia
Tenggara semenjak akhir abad ke-19.
theonlysuntheng.files.wordpress.com |
Kekuasaan kolonial
di Asia Tenggara muncul ketika Revolusi Industri mulai digemakan.
Meskipun kekuasaan ini sudah muncul pada abad ke-17 melalui pelayaran
ke dunia baru. Ekspansi kolonial di abad ke-19 merupakan ekspansi
yang menemukan bentuk final kolonialisme, karena di sini yang
berperan adalah negara bukan perusahaan dagang. Eksploitasi dilakukan
atas nama negara koloni sehingga kekuatan yang datang dalam jumlah
yang begitu massif. Pada masa inilah struktur pemerintahan kolonial,
pembagian kelas-kelas sosial diterapkan demi terciptanya kemapanan
pemerintah kolonial.
Pada abad yang
bersamaan Jepang sedang memodernisasi pemerintahannya sehabis isolasi ratusan tahun. Restorasi yang dilakukan Kaisar Meiji menjadi
tonggak Jepang modern, yaitu Jepang yang menggagungkan nilai-nilai
Barat dan memarjinalkan nilai-nilai Timur (Cina), yang selama ini
menjadi panutan. Puncaknya ketika terjadi pertempuran memperebutkan
Pulau Ryukyu antara Jepang dan Cina sebagai perang antara yang
beradab dan terbelakang.
lh5.googleusercontent.com |
Restorasi Jepang
yang mengikuti Barat dengan cara menerapkan Revolusi Industri
mulai menemukan kehabisan bahan. Jepang adalah negara kepulauan
yang miskin sumber daya. Hal yang demikian memang tidak sebanding
atau berimbang terhadap kebutuhan industri Jepang yang semakin hari
semakin membutuhkan asupan. Pada saat seperti ini Jepang mulai
memikirkan ekspansi ke luar negara mencari bahan baku, terutama di
wilayah Asia. Jauh sebelum Jepang memulai penyerangan dan pendudukan
di Asia Tenggara, para intelektual Jepang telah merumusukan pembagian
wilayah Asia menjadi dua, yaitu yang berbudaya Cina dan barbar di
selatan, dalam hal ini Asia Tenggara. Akan tetapi Asia Tenggara telah
menarik minat Jepang untuk berekspansi karena kekayaan sumber daya
alam yang dikandungnya. Namun untuk mewujudkan hal itu bukanlah hal
yang mudah bagi Jepang mengingat pada saat akan berekspansi Asia
Tenggara telah menjadi koloni negara-negara Eropa, dan juga Amerika Serikat.
Apalagi Jepang mengganggap dirinya belum begitu kuat sehingga
ekspansi akan dilakukan bukan dalam waktu dekat.
Ketika Jepang yang
begitu percaya diri setelah mengalahkan Rusia mulai mengebom Nanjing,
Cina pada 1937, sebelumnya keluar dari Liga Bangsa-Bangsa, melihat Asia Tenggara sebagai objek ekspansi yang mulai benar-benar bisa diwujudkan.
Negara ini dengan sabar mempelajari kekuatan-kekuatan kolonial yang
telah lama bercokol di sana. Pengiriman mata-mata dalam bentuk
pedagang atau duta politik telah menjadi bagian yang dilakukan Jepang
untuk mencapai tujuannya. Maka, ekspansi dilakukan secara perlahan
pada 1940 ketika Jepang berhasil menundukkan Indocina Prancis.
Penundukan ini sebenarnya merupakan bagian tidak langsung dari
peperangan antara Jepang dan Cina. Ekspansi yang dilakukan Jepang ini
menjadi penanda keberhasilan pertama. Indocina Prancis seketika
runtuh meskipun Jepang harus kooperatif dengan orang-orang Prancis
pro-Vichy, yang ternyata merupakan sekutu Jerman, negara sekutu Jepang
di panggung Perang Dunia Kedua. Sikap kooperatif itu diperlihatkan
dengan membiarkan orang-orang pro-Vichy tetap memegang pemerintahan
namun di bawah kendali Jepang sehingga mengartikan adanya sebuah
negara boneka.
http://www.beastsofwar.com/ |
Sikap yang sama juga
diperlihatkan ketika Jepang berekspansi ke Thailand. Meskipun
konteksnya berbeda karena Thailand adalah negara independen di Asia
Tenggara. Tidak ada orang Eropa yang bercokol di negara itu. Jenderal
sekaligus Perdana Menteri Thailand, Plaek Phibunsongkram, adalah
pengagum Jepang dan anti-kolonialisme Barat. Ia kemudian bekerja sama
dengan pemerintah fasis Jepang meskipun di awal pasukannya sempat
bertempur dengan pasukan Jepang. Oleh Jepang, Thailand dijadikan
basis militer serangan Jepang ke Malaya dan Myanmar. Dan Jepang
memberikan Thailand wilayah di Malaya, yang menurut Thailand
merupakan wilayah mereka semenjak zaman Kerajaan Ayyutthaya.
Hal yang bebeda
ditemukan kala Jepang harus menggunakan kekuatan militer sekaligus
membentuk pemerintahan militer ketika menyerang Filipina, Myanmar,
Indonesia, Singapura, dan Malaya. Melalui serangkaian pertempuran,
yang sejujurnya, tidaklah imbang wilayah-wilayah itu menyerah satu
per satu. Kecepatan serangan armada militer dan tentara Jepang
membuat kikuk orang-orang kulit putih yang selama ini meremehkan
bangsa kate itu. Di Indonesia atau Hindia-Belanda, tak sekalipun
terbesit di benak dan pikiran pemerintah kolonial mengenai kekuatan
Jepang. Mereka menggangap Jepang sama dengan pribumi yang akan bubar
bila didatangi panser. Pikiran itu yang membuat Belanda tidak
berpikir untuk memperbarui peralatan militernya sampai Jepang
benar-benar akan datang dan dianggap serius kala Pearl Harbor
diluluhlantakan.
Pikiran serupa menghinggap kolonialis lain, Inggris. Ketika Jepang mulai
menyerang wilayah-wilayah koloni mereka di Asia Tenggara, bangsa
“terhormat” ini malah kocar-kacir melarikan diri menghindari
serangan pasukan payung Jepang yangn menyerang dengan kekuatan besar
dan massif. Apalagi setelah jatuhnya Singapura, dan sebelumnya
didahului oleh tenggelamnya dua kapal perang mereka, Prince of Wales
dan Repulse, reputasi Inggris sebagai bangsa yang tidak akan pernah
terkalahkan di samudera ternoda dan rusak selama-lamanya. Ini membuat
Winston Churcill berang lantas meminta dilakukan inspeksi terhadap instansi yang
mengurusi wilayah jajahan. Boleh dibilang hanya Amerika Serikat yang
benar-benar mengganggap serius Jepang. Setelah dipermalukan di Pearl
Harbor, Amerika berupaya keras melindungi koloninya, Filipina, dari
pendudukan Jepang melalui serangkaian latihan bersama angkatan perang
kedua negara yang kemudian dilebur dalam satu komando, USAFFE.. Namun fakta di
lapangan berbicara lain. Jepang yang memang bak singa lapar tidak
bisa dibendung dengan cara demikian. Perlawanan berminggu-minggu
menyebabkan Amerika menyerah pada Jepang di Bataan dan sang komandan,
Douglas McArthur melarikan diri ke Australia sambil berucap I
shall return.
Cepatnya penyerangan
Jepang yang dilakukan secara kontinyu dari akhir 1941 hingga awal
1942 membuat Asia Tenggara dalam kendali Jepang. Kendali itu secara
bersamaan mengakhiri penjajahan bangsa Barat di Asia Tenggara.
Keadaan ini disambut antusias oleh beberapa orang di kawasan
tersebut. Mereka mengganggap Jepang sebagai saudara penyelamat.
Sesuai dengan propaganda Asia untuk Asia. Hal yang demikian membuat
orang-orang kulit putih di wilayah itu kini menjadi musuh bersama
pribumi dan tentara Jepang. Mereka lantas diinternir dan dijadikan
pekerja paksa di Thailand dan Myanmar.
Euforia yang melanda
para penduduk di Asia Tenggara terhadap Jepang yang dianggap sebagai
pembebas benar-benar membuat Jepang bisa dengan mudah melakukan
tujuan yang sebenarnya, eksploitasi sumber daya alam untuk
kepentingan industrinya. Namun untuk melakukan itu, Jepang perlu
merangkul beberapa kaum nasionalis berpengaruh untuk melaksanakan
aksinya memobilisasi rakyat supaya mau bekerja demi kepentingan
Jepang. Dan memang berhasil.
Di saat inilah watak
Jepang mulai terlihat. Perilaku mereka menyerupai Barat. Mereka mulai
sering menyiksa, mengintimidasi, merampas hak-hak rakyat seperti
ternak dan lahan pertanian. Mereka juga memaksa rakyat yang diduduki
menanam pohon jarak, membangun kubu pertanahan di bawah ancaman dan
siksaan. Kempetai menjadi polisi rahasia yang paling ditakuti. Selain
itu, Jugun Ianfu menjadi pemuas seksual bagi tentara Jepang yang haus
keinginan biologisnya. Dalam keadaan seperti ini timbullah beberapa
perlawanan di beberapa tempat meskipun itu bisa dipatahkan.
Ketika Jepang tahu
akan kalah perang, beberapa pemuda lokal ditarik dalam kesatuan
mereka untuk dijadikan sebagai bagian dalam menghadapi sekutu.
Kesatuan militer, seperti PETA dan BIA, ini positifnya membuat
bangsa-bangsa yang dikuasai paham mengenai militer. Di kemudian hari
beberapa kesatuan militer ini akan menjadi bumerang bagi Jepang. Selanjutnya menjadi inti untuk memperebutkan dan mempertahankan
kemerdekaan. Selain itu, kehadiran Jepang mempertebal rasa
nasionalisme karena melarang hal-hal yang berbau Barat dan sebaliknya
memberikan kesempatan kepada yang berbau tempatan seperti bahasa dan
bendera untuk bersanding dengan bahasa dan bendera Jepang. Akan
tetapi, Filipina merupakan pengecualian mengingat mereka begitu
merindukan kembalinya Amerika.
Kekalahan telak
Jepang pada Agustus 1945 melalui serangkaian penjatuhan bom atom oleh
Sekutu perlahan membuat beberapa kaum nasionalis terangsang untuk
memproklamasikan kemerdekaan. Indonesia menjadi salah satu contoh
negara di Asia Tenggara yang dengan cepat melakukannya, yaitu dua hari
setelah Jepang menyerah. Disusul Vietnam sebulan kemudian.
Negara-negara lainnya baru merdeka pada 1946, 1948, dan 1949.
Pendudukan Jepang menjadi medium untuk membebaskan diri dari
kolonialisme Barat.
Sumber: Sejarah Asia Tenggara
Keterangan singkatan:
USAFFE: United States Army Forces in the Far East (Komando Militer Amerika Serikat di Timur Jauh
PETA: Pembela Tanah Air
BIA: Burma Independence Army (Tentara Kemerdekaan Myanmar)
0 Response to "Pendudukan Jepang di Asia Tenggara: Medium Penghancur Kolonialisme Barat"
Post a Comment