Sang Perobek Jala Legendaris dari Asia Tenggara
Legenda pertama FC Barcelona. Pesepak bola pertama dari Asia yang mampu meraih gelar tertinggi di Eropa. Sang dokter yang akan selalu dikenal dalam sejarah kemenangan besar Filipina atas Jepang
-------------
Belakangan ini di banyak klub sepak bola Eropa bukanlah hal yang sulit menemukan para pemain Asia merumput. Suatu hal yang jarang ditemukan sampai 2002. Sebelum tahun itu atau tahun penyelenggaraan Piala Dunia di Asia, para pemain Asia yang bermain di Eropa hanya bisa dihitung dengan jari. Sebut saja Kazuyoshi Miura yang bermain di Genoa pada 1994 atau Cha Bum-kun dan Fandi Achmad yang bermain di benua biru pada dekade 1980-an. Setelah keberhasilan beberapa pemain pasca mereka seperti Hidetoshi Nakata, Ali Daei, dan Sun Jihai diikuti bagusnya penampilan para pemain Asia di Piala Dunia 2002, perlahan tapi pasti klub-klub Eropa mulai berani membeli pemain Asia, bahkan menempatkan mereka dalam berbagai posisi inti. Shunsuke Nakamura, Keiskuke Honda, Seol Ki-hyeon, Park Ji-sung, dan Ali Al-Habsyi menjadi beberapa contoh. Beberapa mampu meraih gelar seperti Shunsuke Nakamura dan Park Ji-Sung.
Namun beberapa pemain itu, mayoritas berasal dari Asia Barat dan Asia Timur, dua kekuatan sepak bola utama di Asia. Pertanyaannya, di manakah dari Asia Tenggara? Keadaan yang demikian semakin menguatkan opini bahwa Asia Tenggara adalah anak bawang dalam sepak bola Asia. Tim-timnya tak mampu berbicara banyak jika di Asia dan selalu kalah bersaing. Hanya Thailand yang dianggap pantas sampai saat ini. Padahal Asia Tenggara juga penghasil banyak pemain berkualitas yang pernah dan sedang merumput di Eropa. Sebut saja Kiatisuk Senamuang, Kurniawan Dwi Julianto, Teerasil Dangda, Ahmad Fakri Saarani, dan Le Cong Vinh. Namun dibandingkan dengan pemain-pemain Asia Barat dan Timur, pemain-pemain dari Asia Tenggara hanya bermain di klub medioker atau di divisi di bawah divisi utama, atau boleh dibilang hanya di klub-klub tak terkenal.
Semua ini sekali lagi bermuara dari pandangan kebanyakan insan sepak bola mengenai sepak bola Asia Tenggara yang masih di bawah rata-rata. Apalagi klub-klubnya. Hanya klub-klub Thailand, sekali lagi, yang masih dianggap pantas dan menjadi penyeimbang. Padahal jika berkaca pada sejarah, Asia Tenggara seharusnya berbangga karena merekalah pelopor sepak bola di Asia. Selain timnas Indonesia (Hindia-Belanda) di Piala Dunia 1938 merupakan wakil Asia pertama, pemain Asia pertama di Eropa juga berasal dari region ini.
Paulino Alcantara Riestra nama pemain yang dimaksud. Blasteran Filipina-Spanyol yang begitu melegenda di klub populer asal Katalonia, FC Barcelona. Seorang pemain yang membuat Lionel Messi kudu berkaca diri atas rekor golnya, 369, yang kemudian dilewati menjadi 370 pada 17 Maret 2014 oleh La Pulga kala Barcelona berhadapan dengan Osasuna. Rekor gol itu membuat Alcantara menjadi salah satu legenda berpengaruh Azulgrana. Pemain kelahiran Iloilo City, Filipina pada 7 Oktober 1896 merupakan sosok yang ditemukan tak sengaja oleh Joan Gamper, Presiden Barcelona periode 1908-1925. Kala itu, Alcantara yang ke Spanyol mengikuti orangtuanya bermain di klub tempatan, Galeno. Terpikat dengan bakat blasteran ini, Gamper pun segera menarik Alcantara masuk ke Barcelona. Maka, mulailah Alcantara bermain untuk Barcelona pada usia 15 tahun pada Februari 1912. Dalam debut melawan melawan Catala SC yang dimenangi Barcelona dengan skor besar 9-0 itu, Alcantara mencetak trigol. Hanya bertinggi 170 meter dan menjadi pemain Barcelona bertubuh mungil, Alcantara berkat penampilan pertama yang mengesankan itu selalu menjadi andalan klub kebanggaan Katalonia itu. Ia tercatat membela Barcelona dalam dua term, yaitu pada 1912-1916 dan 1918-1927. Di antara jeda itu ia kembali ke Filipina untuk studi dokternya dan sempat bermain untuk klub lokal, Bohemian FC.
Semasa di Barcelona Alcantara telah meraih banyak gelar, yaitu Piala Pirenia, Copa del Rey, dan Kejuaraan Catalunya. Memang yang ia raih masih dalam tahap amatir mengingat La Liga baru dimulai pada 1929. Tetapi para pemain dan pendukung Barcelona sangat menghormatinya dan mengganggap sosok ini sebagai sosok berpengaruh dalam sejarah Barcelona. Apalagi absennya ia dalam selama beberapa tahun membuat Barcelona kelimpungan dan akhirnya memanggilnya kembali.
Untuk penampilan internasionalnya Alcantara membela tiga tim nasional. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan yang jelas mengenai membela negara. Apalagi pada masa Alcantara FIFA belum didirikan. Tiga tim nasional yang dibela ialah Spanyol, Filipina, dan Katalonia. Namun dari tiga tim nasional itu, banyak yang akan mengingatnya kala membela Filipina. The Azkals --julukan Filipina-- dibawanya menang secara gemilang dengan skor telak 15-2 atas Jepang pada Kejuaraan Asia Timur 1917. Kemenangan itu menjadi skor tertinggi dalam sejarah sepak bola Filipina. Sosok Alcantara juga menjadi inspirasi bagi sepak bola Filipina. Melalui inspirasi itu, timnas Filipina, yang awalnya merupakan tim gurem di Asia Tenggara, perlahan bangkit menjadi salah satu tim terkuat di region ini dengan tiga kali menebus semifinal kejuaraan regional AFF sejak 2010.
Alcantara gantung sepatu pada 1931. Pasca-pensiun ia banyak membaktikan diri dalam dunia kesehatan dan sempat menjadi Direktur Barcelona pada 1931-1934 dan pelatih Spanyol pada 1950. Pada masa Perang Saudara Spanyol ia sempat terlibat dalam pasukan fasis Jenderal Franco yang notabene berhubungan dengan Real Madrid, rival abadi Barcelona. Meski demikian ia tetap dihormati para pendukung Barcelona. Alcantara wafat pada 1964 di usia ke-67 karena sakit. Prestasinya membuat FIFA menobatkannya sebagai pemain Asia terbaik sepanjang masa.
Jika melihat keadaan di atas seharusnya Asia Tenggara boleh berbangga diri sebagai pelopor dalam sepak bola, olahraga paling populer se-region. Namun kebanggaan itu sebaiknya diselingi prestasi yang menggembirakan. Apalagi sudah dua edisi Piala Asia Asia Tenggara nihil wakil.
Dari berbagai sumber
-------------
Belakangan ini di banyak klub sepak bola Eropa bukanlah hal yang sulit menemukan para pemain Asia merumput. Suatu hal yang jarang ditemukan sampai 2002. Sebelum tahun itu atau tahun penyelenggaraan Piala Dunia di Asia, para pemain Asia yang bermain di Eropa hanya bisa dihitung dengan jari. Sebut saja Kazuyoshi Miura yang bermain di Genoa pada 1994 atau Cha Bum-kun dan Fandi Achmad yang bermain di benua biru pada dekade 1980-an. Setelah keberhasilan beberapa pemain pasca mereka seperti Hidetoshi Nakata, Ali Daei, dan Sun Jihai diikuti bagusnya penampilan para pemain Asia di Piala Dunia 2002, perlahan tapi pasti klub-klub Eropa mulai berani membeli pemain Asia, bahkan menempatkan mereka dalam berbagai posisi inti. Shunsuke Nakamura, Keiskuke Honda, Seol Ki-hyeon, Park Ji-sung, dan Ali Al-Habsyi menjadi beberapa contoh. Beberapa mampu meraih gelar seperti Shunsuke Nakamura dan Park Ji-Sung.
betshoot |
Semua ini sekali lagi bermuara dari pandangan kebanyakan insan sepak bola mengenai sepak bola Asia Tenggara yang masih di bawah rata-rata. Apalagi klub-klubnya. Hanya klub-klub Thailand, sekali lagi, yang masih dianggap pantas dan menjadi penyeimbang. Padahal jika berkaca pada sejarah, Asia Tenggara seharusnya berbangga karena merekalah pelopor sepak bola di Asia. Selain timnas Indonesia (Hindia-Belanda) di Piala Dunia 1938 merupakan wakil Asia pertama, pemain Asia pertama di Eropa juga berasal dari region ini.
antipinoy |
Paulino Alcantara Riestra nama pemain yang dimaksud. Blasteran Filipina-Spanyol yang begitu melegenda di klub populer asal Katalonia, FC Barcelona. Seorang pemain yang membuat Lionel Messi kudu berkaca diri atas rekor golnya, 369, yang kemudian dilewati menjadi 370 pada 17 Maret 2014 oleh La Pulga kala Barcelona berhadapan dengan Osasuna. Rekor gol itu membuat Alcantara menjadi salah satu legenda berpengaruh Azulgrana. Pemain kelahiran Iloilo City, Filipina pada 7 Oktober 1896 merupakan sosok yang ditemukan tak sengaja oleh Joan Gamper, Presiden Barcelona periode 1908-1925. Kala itu, Alcantara yang ke Spanyol mengikuti orangtuanya bermain di klub tempatan, Galeno. Terpikat dengan bakat blasteran ini, Gamper pun segera menarik Alcantara masuk ke Barcelona. Maka, mulailah Alcantara bermain untuk Barcelona pada usia 15 tahun pada Februari 1912. Dalam debut melawan melawan Catala SC yang dimenangi Barcelona dengan skor besar 9-0 itu, Alcantara mencetak trigol. Hanya bertinggi 170 meter dan menjadi pemain Barcelona bertubuh mungil, Alcantara berkat penampilan pertama yang mengesankan itu selalu menjadi andalan klub kebanggaan Katalonia itu. Ia tercatat membela Barcelona dalam dua term, yaitu pada 1912-1916 dan 1918-1927. Di antara jeda itu ia kembali ke Filipina untuk studi dokternya dan sempat bermain untuk klub lokal, Bohemian FC.
Semasa di Barcelona Alcantara telah meraih banyak gelar, yaitu Piala Pirenia, Copa del Rey, dan Kejuaraan Catalunya. Memang yang ia raih masih dalam tahap amatir mengingat La Liga baru dimulai pada 1929. Tetapi para pemain dan pendukung Barcelona sangat menghormatinya dan mengganggap sosok ini sebagai sosok berpengaruh dalam sejarah Barcelona. Apalagi absennya ia dalam selama beberapa tahun membuat Barcelona kelimpungan dan akhirnya memanggilnya kembali.
Untuk penampilan internasionalnya Alcantara membela tiga tim nasional. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan yang jelas mengenai membela negara. Apalagi pada masa Alcantara FIFA belum didirikan. Tiga tim nasional yang dibela ialah Spanyol, Filipina, dan Katalonia. Namun dari tiga tim nasional itu, banyak yang akan mengingatnya kala membela Filipina. The Azkals --julukan Filipina-- dibawanya menang secara gemilang dengan skor telak 15-2 atas Jepang pada Kejuaraan Asia Timur 1917. Kemenangan itu menjadi skor tertinggi dalam sejarah sepak bola Filipina. Sosok Alcantara juga menjadi inspirasi bagi sepak bola Filipina. Melalui inspirasi itu, timnas Filipina, yang awalnya merupakan tim gurem di Asia Tenggara, perlahan bangkit menjadi salah satu tim terkuat di region ini dengan tiga kali menebus semifinal kejuaraan regional AFF sejak 2010.
Alcantara gantung sepatu pada 1931. Pasca-pensiun ia banyak membaktikan diri dalam dunia kesehatan dan sempat menjadi Direktur Barcelona pada 1931-1934 dan pelatih Spanyol pada 1950. Pada masa Perang Saudara Spanyol ia sempat terlibat dalam pasukan fasis Jenderal Franco yang notabene berhubungan dengan Real Madrid, rival abadi Barcelona. Meski demikian ia tetap dihormati para pendukung Barcelona. Alcantara wafat pada 1964 di usia ke-67 karena sakit. Prestasinya membuat FIFA menobatkannya sebagai pemain Asia terbaik sepanjang masa.
Jika melihat keadaan di atas seharusnya Asia Tenggara boleh berbangga diri sebagai pelopor dalam sepak bola, olahraga paling populer se-region. Namun kebanggaan itu sebaiknya diselingi prestasi yang menggembirakan. Apalagi sudah dua edisi Piala Asia Asia Tenggara nihil wakil.
Dari berbagai sumber
0 Response to "Sang Perobek Jala Legendaris dari Asia Tenggara"
Post a Comment