-->

Hikayat Gajah Putih di Palagan Eropa

Perang Dunia Pertama yang berlangsung selama empat tahun (1914-1918) kebanyakan berlangsung di Eropa. Negara-negara yang terlibat dalam perang, yang disebut mematikan dalam sejarah dan dimulainya penggunaan teknologi awal abad ke-20, kebanyakan dari Eropa. Karena itu, banyak pihak menyebut perang ini sebagai Perang Eropa, perang yang memulai peluluhlantahan Eropa secara struktural dan sistematis. Perang yang terjadi ketika banyak negara Eropa masih berkuasa atas wilayah-wilayah koloninya, dan memunculkan dekolonisasi pasca-perang. Perang ini juga yang meruntuhkan kekaisaran-kekaisaran di Eropa, Jerman, Austria-Hongaria, dan Usmaniyah. Akan tetapi, pihak konservatif tetap berkuasa setelah perang berakhir dan beberapa wilayah koloni negara-negara Eropa seperti Inggris dan Prancis tetap aman.
Siamese Troops in victory parade at  Arc de triomphe de lEtoile
thaimilitary.wordpress.com
Meskipun kebanyakan yang bertikai adalah negara-negara Eropa, juga koloninya, Perang Dunia Pertama juga diikuti oleh wilayah-wilayah di luar benua biru. Salah satunya adalah Thailand, yang kala itu bernama Siam. Keikutsertaan “negeri gajah putih” di palagan tempur Eropa bisa dibilang cukup unik selain negara itu menjadi representasi Asia Tenggara satu-satunya, negara independen yang dikepung dua kekuatan kolonial, Inggris dan Prancis, tetapi juga karena Thailand ingin menunjukkan kepada kedua negara kolonial tetangganya itu bahwa negara ini satu aliansi memerangi Jerman. Keikutsertaan Thailand di PD I memang tidak lepas dari tekanan dua negara kolonial itu, terutama terhadap wilayah Thailand yang perlahan menyempit diambil oleh Prancis di awal abad ke-20 akibat perang antara Thailand dan Prancis di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Akibat perang dengan negara Napoleon itu, Thailand kehilangan wilayahnya di Kamboja dan Laos. Sedangkan dengan Inggris, melalui perjanjian damai pada 1909, menyebabkan Thailand menyerahkan beberapa wilayahnya di Semenanjung Melayu kepada negara albion itu. Jadi, keikutsertaan ini sekaligus menjadi ajang tawar-menawar untuk mengambil kembali wilayah Thailand yang hilang dan menaikkan kembali popularitas sang raja, Vajiravudh atau Rama VI kepada rakyat dan militer. Yang disebut terakhir agak kecewa terhadap sang raja dan pemerintahan absolut juga kekalahan-kekalahan Thailand oleh Prancis. Kekecewaan itu berujung pada kudeta tidak sukses untuk menjungkalkan monarki pada 1912.

Dalam konteks ini, Thailand telah menjadi sebuah negara di Asia setelah Jepang yang telah termodernisasi ala Barat. Modernisasi itu dimulai pada masa raja Mongkut dan mencapai puncaknya pada masa Chulalongkorn. Modernisasi ala Barat itu meliputi semua bidang, tak terkecuali militer. Dandanan ala Barat yang melekat pada militer Thailand ketika itu membuat negara ini menjadi sejajar dengan negara-negara Eropa kolonial. Hal itulah yang coba diperlihatkan Thailand ketika mengirim sebanyak 1.233 tentaranya ke palagan tempur Eropa melalui Prancis pada 19 Juni 1918. Pengiriman itu seturut dengan deklarasi perang oleh Vajiravudh terhadap Jerman.
Siamese troops in victory parade in London.
thaimilitary.wordpress.com
Para tentara yang dikirim itu terdiri dari korps angkatan udara, korps kendaraan tempur, dan medis. Mereka di bawah pimpinan Jenderal Chakrapong Phuvanart, saudara laki-laki Vajiravudh. Mereka ditempatkan di beberapa wilayah di Prancis, antara lain Istres, Lyon, dan Dourdan untuk membantu Inggris dan Prancis di front barat. Kebanyakan mengurus logistik dan angkut persenjataan. Salah satu misi mereka yang tercatat ialah menyeberangi Sungai Rhein dan masuk wilayah Jerman. Selama misi ini, 19 tentara Thailand terbunuh dan dikremasi menurut ajaran Buddha.

Ketika perang berakhir, Thailand juga ikut serta dalam parade kemenangan di Prancis, Belgia, dan Inggris. Keikutsertaan Thailand dalam perang, meski dalam waktu yang sedikit, diganjar penghargaan medali perang dari Pemerintah Prancis. Di dalam negeri mereka menerima medali dari Vajiravudh dan dibuatkan monumen untuk menghormati di Sanam Luang dekat Grand Palace, Bangkok. Keikutsertaan “negeri gajah putih” dalam Perang Dunia Pertama setidaknya juga berperan untuk modernisasi angkatan perang negeri itu. Pasca-perang Thailand ikut serta dalam Perjanjian Versailles 1919 dan menjadi salah satu pendiri Liga Bangsa-Bangsa.




0 Response to "Hikayat Gajah Putih di Palagan Eropa"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel