-->

Etnis Cina di Asia Tenggara

russiacouncil.ru
Orang-orang Cina bukanlah persona yang asing di Asia Tenggara. Di hampir seluruh negara Asia Tenggara sudah pasti terdapat orang-orang Cina. Keberadaan mereka di region ini sudah ada semenjak ribuan tahun silam ketika orang-orang Cina memulai ekspansi ke wilayah di selatan melalui Yunnan yang dekat dengan Asia Tenggara. Ini terjadi pada masa Dinasti Qin, dinasti yang berhasil menyatukan Cina pada abad ke-3 SM. Annam, wilayah di utara Vietnam menjadi kontak pertama orang-orang Cina dengan orang-orang Asia Tenggara. Wilayah itu lantas dijadikan bagian Cina. Ketika Dinasti Qin runtuh, orang-orang Vietnam sempat mendirikan kerajaan bernama Nanyue. Namun, kerajaan itu runtuh ketika muncul Dinasti Han. Dinasti ini memulai penjajahan Cina atas Vietnam selama lebih dari 1.000 tahun. Akibatnya, Vietnam menjadi tercinaisasi. Sampai sejauh ini, hanya negara itu, terutama di utara, yang telah menjadi wilayah pertama yang menjalin kontak dengan Kekaisaran Cina.

Cina bukanlah negara yang sebenarnya gemar melaut. Negara ini berpatokan pada agraris. Tidak ada catatan Cina sebelumnya yang menyebutkan pelayaran ke Nanyang atau negeri di selatan, yang masih asing dan dianggap bahaya. Justru, Cina didatangi banyak pedagang dari Kepulauan Nusantara. Orang-orang Cina mulai terlihat di wilayah Asia Tenggara lainnya melalui laut seturut dengan kedatangan agama Buddha ke Cina dari India pada abad ke-3 M. Juga mulai diberlakukannya jalur sutra laut yang otomatis melewati wilayah-wilayah Asia Tenggara seperti Kamboja dan Kepulauan Nusantara. I-Tsing, Fa-Hien, Zhou Daguan, dan Zheng He merupakan aktor-aktor dalam kemaritiman Cina yang menjelajah dan melakukan perjalanan ke Asia Tenggara. I-Tsing dan Fa-Hien dikenal sebagai biksu Buddha yang hendak melakukan perjalanan ke India melalui Laut namun singgah di negeri-negeri Kepulauan Nusantara seperti Sumatera dan Jawa. Sedangkan Zhou Daguan adalah utusan Dinasti Yuan yang datang ke Kamboja lantas mencatat adanya permukiman Cina di Kamboja, terutama di Angkor. Ini merupakan kedatangan kedua orang-orang Cina di Kamboja setelah periode Chenla. Terakhir, Zheng He atau Cheng Ho adalah seorang laksamana Muslim Dinasti Ming yang sedang melakukan diplomasi laut dan menjadi pelindung Malaka dari Ayutthaya.

Dalam banyak catatan sejarah, hubungan Cina dan Asia Tenggara bersifat resiprokal alias saling berbalas. Dengan saling mengirim upeti, Cina akan mengakui kedaulatan wilayah-wilayah di Asia Tenggara. Pengiriman upeti itu menimbulkan anggapan Asia Tenggara tunduk kepada Cina jika melihat pada sudut pandang kolonial. Sedangkan pada sudut pandang modern pengiriman upeti bukan diartikan sebagai ketundukan, melainkan sebagai berkuasanya wilayah-wilayah Asia Tenggara kepada Cina.

Keberadaan orang-orang Cina berlanjut ketika orang-orang Eropa mulai mendirikan koloni di Asia Tenggara. Melalui orang Eropa, mereka diizinkan berdagang dan mendirikan komunitas. Dalam istilah Melayu, pemimpin tertinggi komunitas itu adalah kapitan. Sifat yang ulet dalam berdagang, bekerja keras, dan banyak akal dalam diri orang-orang Cina terkadang tidak disukai orang-orang Eropa. Mereka menganggap orang-orang Cina sebagai pesaing sehingga harus disingkirkan. Pemberontakan dan pembantaian orang-orang Cina pada 1740 di Batavia (Jakarta) dan hal serupa di Manila menjadi bukti bahwa orang Eropa ingin menyingkirkan Cina. Namun setelah itu mereka sadar bahwa orang-orang Cina merupakan indikator kemajuan koloni mereka sehingga berdamailah orang-orang Eropa dan orang-orang Cina.

Abad ke-19 menjadi saksi begitu derasnya imigrasi orang-orang Cina ke Asia Tenggara yang masih dijadikan koloni Eropa. Mereka diberi hak istimewa seperti sebelum-sebelumnya. Inilah yang terlihat di Penang, Singapura, dan di Kalimantan Barat. Orang-orang Cina ini kemudian menguasai perdagangan dan ikut andil dalam perdagangan kolonial. Di balik pemberian hak istimewa itu terdapat ketakutan orang-orang Eropa terhadap para pedagang Pribumi dan pedagang asing lainnya (Arab). Hal inilah yang kemudian menimbulkan permasalahan sosial di kemudian hari ketika Asia Tenggara mulai mengalami dekolonisasi.

Kerusuhan anti-Cina terjadi beberapa negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia kerusuhan anti-Cina terjadi dua kali, yaitu pada 1965 dan 1998. Penyebabnya, komunis dan kesenjangan sosial. Di Malaysia pada 1969 yang berdampak pada penerbitan kebijakan ekonomi baru atau KEB. Kebijakan itu mengharuskan pengutamaan Melayu sebagai bumiputera. Di Indonesia dan Malaysia, meskipun mengalami asimilasi, tetap saja ada jarak dan diskriminasi orang-orang Cina dan penduduk asli. Di Thailand etnis mengalami kenyamanan karena dianggap bisa berasimilasi penuh, tidak ada jarak dengan orang-orang asli, loyal kepada budaya Thailand tetapi sembari menjaga ke-cina-an yang dimiliki. Thailand merupakan contoh sukses bagi diaspora Cina. Mereka memang tidak dianggap orang asing. Orang-orang ini lantas pernah menduduki jabatan raja dan perdana menteri seperi Taksin, raja Thonburi dan Thaksin Shinawatra dan Yingluck Shinawatra, kedua-duanya menjadi perdana menteri.  Bahkan, Dinasti Chakri yang sekarang menguasai Thailand juga berdarah Cina. Thailand merupakan negara dengan diaspora Cina terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah 9 jutaan.

Di negara tetangga Thailand, Kamboja dan Laos, etnis Cina juga mengalami kenyamanan. Untuk Kamboja etnis Cina kebanyakan kawin campur dengan etnis Khmer. Salah satu dari mereka bahkan pernah menjadi diktator kejam, Pol Pot. Hal yang sama berlaku di Filipina. Etnis Cina kawin campur dengan pribumi. Alasannya, untuk menghindari pajak. Dan ini terjadi pada Filipina zaman kolonial. Kawin campur mereka disebut mestizo. Para mestizo inilah yang berperan pada pembentukan Filipina. Salah satunya, Jose Rizal. Di Myanmar, etnis Cina mengganti identitas mereka dengan Bamar atau Burma untuk menghindari diskriminasi yang dilakukan junta militer. Ironisnya, Ne Win, jenderal pembentuk junta militer, berdarah Cina. Sedangkan di Vietnam, orang-orang Cina disebut Hoa. Mereka adalah kelompok minoritas yang kelihatannya tidak mencolok mengingat kesamaan budaya Vietnam dan Cina. Kebanyakan berdomisili di Vietnam Selatan. Dinasti-dinasti Vietnam seperti Tranh dan Ho ditengarai berdarah Cina. Di Asia Tenggara orang-orang Cina pun mempunyai negara sendiri, yaitu Singapura yang dibangun pada 1965 dan di dalamnya dominasi Cina terasa. Di Asia Tenggara kontemporer, orang-orang Cina di Asia Tenggara tidaklah selalu berprofesi sebagai pedagang dan pengusaha. Ada yang menjadi atlet, aktor, menteri, presiden, hingga pejabat militer. Bahkan ada yang dijadikan pahlawan nasional seperti di Indonesia (Jhon Lie) dan Filipina (Jose Rizal dan Andre Bonifacio).



1 Response to "Etnis Cina di Asia Tenggara"

  1. Pengaruh etnis Cina banyak dari segi kebudayaan dan perdagangan

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel